Aji Saka dan Asal Mula Huruf Jawa

Ada seorang pengembara dari Tanah Hindustan bernama Aji Saka. Ia datang ke Tanah Jawa bersama dua abdi setianya yang bernama Sembada dan Dora. Maksud kedatangan Aji Saka di Tanah Jawa adalah hendak mengajarkan ilmu pengetahuan kepada orang di Pulau Jawa.
asal mula huruf jawa

Aji Saka mulai berkeliling ke berbagai daerah untuk mengajarkan ilmu pengetahuannya. Ia sedang menuju ke Negeri Medangkamulan. Ketika sampai di Gunung Kendeng ia merasa capek.

"Paman Sembada dan Paman Dora, kita sebaiknya istirahat di sini dulu."
Ketiga orang itu lalu menuju ke sebuah pohon rindang. Mereka kemudian berkemah di situ. Setelah rasa capek mereka hilang, mereka berniat melanjutkan perjalanannya.

Aji Saka berkata kepada Sembada, "Paman Sembada, hari ini aku dan Paman Dora akan melanjutkan perjalanan ke Negeri Medangkamulan. Paman tetaplah tinggal di sini. Keris sakti ini kuserahkan kepada Paman."

"Mengapa keris ini tidak Tuan bawa saja?" Tanya Sembada sambil memperhatikan keris yang berpamor indah itu.

"Tidak, Paman Sembada," jawab Aji Saka, "aku ke Negeri Medangkamulan tidak akan berperang. Oleh karena itu, rawatlah kerisku itu. Jika aku membutuhkan keris itu aku akan datang sendiri ke sini. Siapa pun yang meminta keris itu kalau bukan aku jangan engkau berikan."

Aji Saka dan Dora meninggalkan Gunung Kendeng menuju ke Negeri Medangkamulan. Sembada patuh dan taat pada perintah junjungannya. Kemudian, ia menetap di Gunung Tengger dan merawat keris itu.

Kini Aji Saka telah sampai. di tapa I batas Negeri Medangkamulan. Ia bertemu dengan seorang laki-laki tua.

"Paman, apakah benar di sini Negeri Medangkamulan?"
"Benar, Tuan ," jawab orang tua itu, "sepertinya Tuan bukan orang sini. Apa maksud Tuan datang kemari?"

"Ya , benar aku bukan orang sini. Namaku Aji Saka, aku dari Tanah Hindustan ," jawab Aji Saka, "aku ingin melihat- lihat keindahan Negeri Medangkamulan. Kalau perlu aku akan mengabdi kepada Sang Prabu."

"Tuan Aji Saka, janganlah Tuan menghadap Sang Prabu karena Sang Prabu suka memakan daging manusia.
Rakyat negeri ini banyak yang mengungsi. Mereka takut disuruh mengorbankan anggota keluarganya," kata orang tua itu mengingatkan.

Aji Saka tetap pada pendiriannya. Orang tua itu lalu mengantarkan Aji Saka menghadap Sang Patih. Aji Saka berkata kepada Sang Patih bahwa ia berniat mengabdi kepada Sang Prabu Medangkamulan.
"Aji Saka menjadi abdi Sang Prabu Medangkamulanitu tidak mudah. Jangan-jangan jiwamu bisa melayang dan kau menjadi santapannya," kata Sang Patih.

"Hamba tidak akan gentar ditelan Sang Prabu Medangkamulan. Jika hamba selamat, bolehkah hamba minta hadiah tanah seluas ikat kepala ini?" kata Aji Saka seraya memegang ikat kepala yang berwarna putih itu.

"Kalau hanya itu permintaanmu aku tidak keberatan," kata Sang Patih lalu mengajak Aji Saka menghadap Sang Prabu Medangkamulan.

Kini Aji Saka telah tinggal di dalam istana Medangkamulan. Waktu makan malam telah tiba. Aji Saka lalu mengubah dirinya menjadi kanak-kanak yang gemuk dan tampan. Prabu Medangkamulan sangat senang lalu menimang-nimang anak itu dan hendak memakannya. Aji Saka dengan cepat memegang bibir atas dan bibir bawah Prabu Medangkamulan serta merobeknya. Akhirnya, Raja Medangkamulan itupun menemui ajalnya.

Aji Saka kembali ke bentuk semula. Ia menagih janji kepada Sang Patih hendak meminta tanah. Aji Saka lalu melepas ikat kepalanya dan membentangkannya sehingga seluruh Negeri Medangkamulan tertutup oleh ikat kepala itu . Sang Patih pun kemudian menyerahkan Negeri Medangkamulan kepada Aji Saka. Rakyat Negeri Medangkamulan sang at senang karena Aji Saka berhasil membunuh Prabu Medangkamulan. Kemudian, mereka mengangkat Aji Saka sebagai rajanya. Negeri Medangkamulan yang dulu sunyi kini mulai ramai kembali .

Prabu Aji Saka tidak hanya memperhatikan masalah pemerintahan saja. Ia juga memperhatikan masalah pendidikan, baik jasmani maupun rohani. Sejak itu Negeri Medangkamulan menjadi negeri yang makmur, aman, tenteran, dan damai.

Pada suatu hari Prabu Aji Saka duduk .di hadap abdinya, Dora. Ia teringat pada Sembada. .
"Paman Dora, pergilah ke Gunung Kendeng. Ambillah kerisku dan ajaklah Paman Sembada kemari," perintah Prabu Aji Saka.

Kemudian, Dora pergi ke Gunung Kendeng dan bertemu dengan Sembada. Mereka lalu rnenceritakan keadaan mereka masing-masing.

"Adik Dora, sebenarnya ada keperluan apa engkau datang kemari?" tanya Sembada.
"Kakang Sembada, aku diperintah oleh Prabu Aji Saka untuk mengambil keris yang dulu dititipkan padamu. Sekarang ini Prabu Aji Saka sedang sibuk sehingga beliau tidak dapat datang sendiri kemari ," jawab Dora.

"Aku tidak akan memberikan keris ini kepadamu," kata Sembada.
"Mengapa?" tanya Dora.
"Karena beliau dulu berkata kepadaku bahwa jika ia memerlukan keris ini ia akan datang sendiri kemari . Aku pun tidak diperkenankan oleh beliau meninggalkan tempat ini," jawab Sembada.

Sembada dan Dora keduanya sama-sama patuh dan taat pada perintah dan pesan tuannya. Kemudian, mereka berperang tanding mengadu kekuatan, kepandaian. dan kesaktian . Akhirnya , keduanya meninggal.
Prabu Aji Saka cemas karena kedua abdinya tidak kunjung datang. Kemudian , ia menyusul ke Gunung Kendeng seorang diri . Prabu Aji Saka sangat sedih karena ternyata kedua abdinya itu telah meninggal.
"Oo, Paman Sembada dan Paman Dora, kematian kalian karena menjalankan tugas dan kewajiban ," gumam Prabu Aji Saka penuh sesal dan kekecewaan.

Prabu Aji Saka ingin mengenang dan memperingati jasa-jasa abdi setianya itu . Diciptanya huruf-huruf yang susunannya sebagai berikut.

ha, na, ca. ra, ka , artinya ada utusan
da, ta, sa, wa, Ia , artinya mereka bertengkar
pa, da, ja, ya, nya, artinya sama saktinya
ma, ga, ba, ta, nga, artinya keduanya menjadi mayat

(Ada dua orang utusan. Mereka te rlibat dalam pertengkaran. Mereka sama-sama sakti. Akhirnya keduanya mati).